Estuari Structure adalah teknologi utama yang kami bangun di area pantai untuk secara khusus menangkap sedimentasi pasir sisa tambang dan membentuknya menjadi daratan baru
JAKARTA (ENERGINEWS.COM) – PT Freeport Indonesia (PTFI) tengah menyorot perhatian dunia dengan program energi hijau yang mereka kembangkan melalui Estuari Structure. Program ini bertujuan menangkap sedimentasi pasir hasil tambang dan mengubahnya menjadi daratan di pesisir pantai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di tengah kritik terhadap industri pertambangan, langkah ini menjadi bukti bahwa upaya menyeimbangkan antara kebutuhan industri dan pelestarian lingkungan dapat dilakukan, meskipun tak lepas dari berbagai tantangan.
Program Estuari Structure ini diperkenalkan pada acara Festival LIKE 2 yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta Convention Center (JCC). Roberth Sarwom, General Superintendent Reklamasi & Project, Environmental Division, PT Freeport Indonesia, menjelaskan bahwa teknologi ini dirancang untuk mengelola sedimen pasir sisa tambang secara berkelanjutan.
“Estuari Structure adalah teknologi utama yang kami bangun di area pantai untuk secara khusus menangkap sedimentasi pasir sisa tambang dan membentuknya menjadi daratan baru. Daratan ini kemudian akan kami reklamasi dengan penanaman kembali,” jelas Roberth di sela-sela acara di JCC, Senayan, Kamis (8/6/2024).
Kekuatan program ini terletak pada pendekatannya yang padat karya, di mana PTFI melibatkan masyarakat sekitar dalam pelaksanaannya. Saat ini, sekitar 300 orang dari 24 kelompok pekerja telah direkrut untuk mengelola Estuari Structure, dengan sistem pembayaran berbasis kontrak. Langkah ini tidak hanya memberikan dampak positif terhadap lingkungan, tetapi juga memberikan lapangan kerja bagi masyarakat lokal.
“Sistem pembayarannya berbentuk kontrak, dan merekalah yang melakukan pengelolaan Estuari Structure ini,” terang Roberth.
Namun, di balik kekuatan tersebut, program ini juga menghadapi sejumlah kelemahan. Tantangan utama adalah memastikan bahwa lahan reklamasi benar-benar dapat berfungsi seperti yang diharapkan, baik secara ekologis maupun ekonomi. Rehabilitasi lahan dalam skala besar membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit, serta risiko kegagalan yang selalu mengintai.
Selain Estuari Structure, PT Freeport Indonesia juga menjalankan program lain yang berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon. Salah satu komitmen perusahaan adalah melakukan rehabilitasi hutan seluas 4.323 hektare (ha) dengan melibatkan 2.000 orang terbaik dari ratusan kelompok kerja untuk melakukan penanaman di lahan-lahan kritis.
“Hingga 2024 ini, kami telah berhasil merehabilitasi hutan mangrove seluas 949 ha, dan kami berkomitmen untuk merehabilitasi 500 ha lagi setiap tahun,” ungkap Roberth.
Program rehabilitasi ini tak hanya berkontribusi dalam upaya mitigasi perubahan iklim, tetapi juga bertujuan memperbaiki kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar.
Namun, pertanyaan besar tetap ada: Apakah semua ini cukup untuk menyeimbangkan dampak negatif dari aktivitas tambang yang begitu masif? Bagi masyarakat di sekitar wilayah tambang, harapan akan masa depan yang lebih baik ada, namun mereka juga tidak bisa menutup mata terhadap potensi kerusakan yang bisa muncul sewaktu-waktu.
“Dulu kami tidak memiliki target yang jelas, namun setelah ada Estuari Structure, kami menetapkan target rehabilitasi sebesar 500 ha setiap tahun,” tambah Roberth.
Dengan segala upaya yang dilakukan, PT Freeport Indonesia berharap dapat terus berperan dalam mengembangkan tambang yang berkelanjutan, meskipun tantangan dalam menyeimbangkan antara keuntungan ekonomi dan tanggung jawab lingkungan terus menghantui.
Bagi masyarakat di sekitar pertambangan, program ini membawa harapan, namun juga menuntut kewaspadaan akan dampak yang mungkin muncul di kemudian hari.##
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : detik.com