Bioetanol, Solusi Energi Ramah Lingkungan

Pemerintah Dorong Bioetanol Kurangi Polusi dan Beban Anggaran Subsidi

- Redaksi

Selasa, 16 Juli 2024 - 15:22 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penggunaan bioetanol juga menimbulkan pro dan kontra. Pendukungnya melihat aspek pengurangan polusi udara dan sumber energi yang dapat diperbarui sebagai keuntungan utama

JAKARTA (ENERGINEWS.COM)

PEMERINTAH berencana membatasi penggunaan BBM bersubsidi, termasuk bensin, di masyarakat. Langkah ini tidak hanya bertujuan mengurangi beban anggaran subsidi, tetapi juga untuk mengurangi polusi udara. Sebagai gantinya, pemerintah sedang menyiapkan bahan bakar nabati yang lebih ramah lingkungan, dengan bioetanol sebagai salah satu opsi utama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, bioetanol memiliki kandungan sulfur yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan bensin, sehingga lebih ramah lingkungan.

“Sulfur (pada bensin) ini sampai 500 ppm. Kita mau sulfur 50 ppm. Ini sedang diproses, dikerjakan Pertamina,” ujar Luhut dalam unggahan di akun Instagram @luhut.pandjaitan, Selasa, 9 Juli 2024.

Bioetanol adalah bahan bakar yang dihasilkan melalui proses fermentasi biologis dari bahan organik, terutama tanaman yang kaya karbohidrat seperti jagung, tebu, sorgum, dan lainnya.

Proses fermentasi ini mengubah gula dalam tanaman menjadi etanol yang dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan. Bioetanol dikenal sebagai bahan kimia ramah lingkungan karena terbuat dari bahan-bahan alam yang dapat diperbarui, baik yang dapat dimakan (edible) maupun yang tidak dapat dimakan (non-edible).

Baca Juga :  Rencana Peluncuran BBM Jenis Baru

Pembakaran bioetanol menghasilkan CO2 yang dapat digunakan kembali oleh tanaman, sehingga bioetanol memiliki potensi menjadi bahan bakar yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Namun, produksi bioetanol tidak sepenuhnya bebas dari masalah lingkungan. Berdasarkan laporan dari Let’s Talk Science, meskipun bioetanol dianggap netral karbon, proses produksinya sering kali melibatkan penggunaan bahan bakar fosil. Traktor petani, truk pengangkut bahan baku, dan kilang biofuel sering menggunakan bahan bakar fosil, yang berarti energi input untuk memproduksi bioetanol bisa lebih besar daripada energi output yang dihasilkan. Jika neraca energi negatif, maka dampak lingkungan menjadi kurang menguntungkan.

Penggunaan bioetanol juga menimbulkan pro dan kontra. Pendukungnya melihat aspek pengurangan polusi udara dan sumber energi yang dapat diperbarui sebagai keuntungan utama. Namun, para kritikus mengkhawatirkan isu perubahan lahan dan ketahanan pangan.

Produksi bioetanol membutuhkan lahan luas untuk menanam tanaman bahan baku seperti sawit, jagung, singkong, atau tebu. Jika produksi dilakukan besar-besaran dan mengorbankan hutan, ini dapat menyebabkan konversi lahan hutan menjadi perkebunan monokultur, mengurangi keanekaragaman hayati, degradasi tanah, dan emisi gas rumah kaca dari deforestasi.

Baca Juga :  Satu Juta Barel, ‘Hanya’ Mimpi Pemerintahan Jokowi

Selain itu, ada masalah ekonomi dan etis terkait penggunaan lahan pertanian untuk bahan bakar daripada makanan. Penggunaan tanaman pangan untuk biofuel dapat meningkatkan harga makanan, mengurangi ketahanan pangan, dan membuat masyarakat lebih sulit mengakses makanan sehat. Misalnya, bioetanol dari jagung adalah bahan bakar yang dapat diperbarui, tetapi panen jagung dapat bervariasi tergantung kondisi pertanian. Ketika terjadi gagal panen karena kekeringan, banjir, atau cuaca ekstrem, pasokan jagung turun dan harganya naik, menimbulkan masalah baru.

Dengan segala potensi dan tantangannya, pemerintah harus bijak dalam mengelola transisi dari bahan bakar fosil ke bioetanol. Langkah ini memerlukan koordinasi yang kuat, pengawasan ketat, dan kebijakan yang mendukung keberlanjutan tanpa mengorbankan ketahanan pangan dan lingkungan.##

Penulis : Redaksi

Editor : Mahmud Marhaba

Sumber Berita : msn.com

Berita Terkait

Tambang Morowali Disegel KKP
Minerba Diterpa Badai Konsultan Nakal
Revolusi Perizinan Migas, MPI Siap di Garda Terdepan
Prabowo Bentuk Badan Iklim Khusus
Gross Split, Kebijakan ESDM yang Kontroversial??
Misteri Penambang Emas WNA Terbongkar
Gas Melimpah, Ke Mana Arah?
Impor Pipa, Industri Lokal Terkekang?

Berita Terkait

Selasa, 19 November 2024 - 09:07 WIB

Tambang Morowali Disegel KKP

Selasa, 24 September 2024 - 08:09 WIB

Minerba Diterpa Badai Konsultan Nakal

Minggu, 22 September 2024 - 22:21 WIB

Revolusi Perizinan Migas, MPI Siap di Garda Terdepan

Jumat, 23 Agustus 2024 - 09:36 WIB

Prabowo Bentuk Badan Iklim Khusus

Kamis, 22 Agustus 2024 - 08:14 WIB

Gross Split, Kebijakan ESDM yang Kontroversial??

Berita Terbaru

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyegel dua perusahaan tambang di pesisir Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah - Foto: Dok. KKP/ detik.com

Nasional

Tambang Morowali Disegel KKP

Selasa, 19 Nov 2024 - 09:07 WIB

Menteri ESDM Bahlil dalam sebuah kesempatan. (Foto: Sekretariat Kabinet RI)

Nasional

Minerba Diterpa Badai Konsultan Nakal

Selasa, 24 Sep 2024 - 08:09 WIB

Ketum MPI bersama Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam sebuah kesempatan. (Foto: Doc MPI)

Nasional

Revolusi Perizinan Migas, MPI Siap di Garda Terdepan

Minggu, 22 Sep 2024 - 22:21 WIB

Probowo Subianto, Presiden RI terpilih yang akan mengesahan Badan Pengelola Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon (BPPPI-TNK. Foto: tripadvisor.com

Nasional

Prabowo Bentuk Badan Iklim Khusus

Jumat, 23 Agu 2024 - 09:36 WIB

Serahterima jabatan Menteri ESDM dari Arifin Tasrif kepada kepada Bahlil Lahadalia. Foto: kontan.com

Nasional

Gross Split, Kebijakan ESDM yang Kontroversial??

Kamis, 22 Agu 2024 - 08:14 WIB