JAKARTA (ENERGINEWS.COM)
Investasi pertambangan pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah membawa berbagai perubahan dalam tata kelola dan ketertiban sektor ini. Namun, hasilnya sering kali tidak sesuai harapan, dengan dampak sosial ekonomi yang kurang positif dan kerugian bagi negara.
Dalam pengawasan tenaga kerja asing di sektor pertambangan Indonesia, laporan dari Masyarakat Pertambangan Indonesia (MPI) menunjukkan adanya sejumlah tenaga kerja asing dari Tiongkok yang masuk ke wilayah pertambangan di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah dengan hanya menggunakan visa turis. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa mereka sebenarnya bekerja di perusahaan smelter di daerah tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami mencurigai adanya kongkalikong antara perusahaan smelter dengan pihak tertentu dalam meloloskan tenaga kerja asal Tiongkok yang tidak memiliki visa bekerja di Indonesia,” ujar Amin Ngabalin, Ketua Umum MPI.
Ia menambahkan bahwa setiap hari sekitar 100 hingga 300 orang dari Tiongkok memasuki Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah, kebanyakan menggunakan maskapai penerbangan udara melalui Bandara Haluoleo, Sulawesi Tenggara, dan hal ini telah berlangsung selama kurang lebih empat tahun sejak 2019.
MPI meminta Kementerian Tenaga Kerja melalui Satgas Tenaga Kerja Asing untuk melakukan investigasi lebih lanjut agar masalah ini tidak dibiarkan dan tidak merugikan penerimaan negara sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Amin Ngabalin menegaskan, penggunaan tenaga kerja asing telah diatur dengan tegas dalam peraturan undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 102 Peraturan Perundang-undangan Tahun 2013 memperbolehkan tenaga kerja asing di Indonesia hanya untuk posisi sebagai tenaga ahli dan konsultan. Pertanyaannya, apakah perusahaan yang dimaksud telah memenuhi ketentuan ini? Atau apakah mereka sudah mendapatkan perlindungan dari oknum tertentu dalam menjalankan praktik yang salah?
MPI berkomitmen untuk mendukung pemerintah dalam tata kelola pertambangan yang berbasis hilirisasi dan keadilan bagi masyarakat sekitar tambang.
“Kami berharap perusahaan smelter di wilayah Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah mengklarifikasi situasi ini demi terselenggaranya investasi pertambangan yang berbasis keadilan dan kemakmuran rakyat Indonesia,” tambah Amin.
Ngabalin menekankan bahwa MPI akan terus mengawal isu ini dan siap berkolaborasi dengan pemerintah baik di pusat maupun daerah untuk memastikan dan menghentikan praktik yang merugikan negara.
“Hal ini akan kami sampaikan kepada Presiden Republik Indonesia untuk menjadi perhatian khusus, memastikan berapa jumlah tenaga kerja asing yang telah ditetapkan oleh pemerintah,” pungkasnya.**
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : energinews.com