Pemanfaatan kekayaan alam ini akan digunakan untuk kemaslahatan umat serta kesejahteraan material dan spiritual
JAKARTA (ENERGINEWS.COM) – Siang itu, Minggu (28/7/2024), gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah di Jakarta Pusat tampak lebih ramai dari biasanya. Puluhan wartawan berkerumun di lobi, menanti konferensi pers yang akan mengubah arah sejarah salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia ini.
Tepat pukul 14.00 WIB, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, melangkah ke podium. Dengan suara mantap, ia mengumumkan keputusan yang telah lama ditunggu-tunggu:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Setelah melalui rapat konsolidasi nasional dan rapat pleno PP Muhammadiyah, kami memutuskan bahwa Muhammadiyah siap mengelola usaha pertambangan sesuai dengan peraturan pemerintah No. 25/2024,” ungkap Sekum PP Muhammadiyah.
Pernyataan ini menandai babak baru dalam perjalanan Muhammadiyah yang telah berusia lebih dari seabad. Organisasi yang selama ini dikenal fokus pada pendidikan dan dakwah, kini berani melangkah ke ranah yang sama sekali berbeda: pertambangan.
Namun, langkah berani ini bukan tanpa syarat. Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, dengan tegas menyatakan:
“Kami berkomitmen untuk mengembalikan wilayah izin usaha pertambangan kepada negara jika terdapat pengelolaan yang menyimpang atau tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat,” ungjap Ketum Haedar Nashir meyakinkan.
Pernyataan ini menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak sekadar mencari keuntungan, tetapi benar-benar berniat membawa perubahan positif melalui langkah baru ini.
Dalam unggahan Twitter resmi Muhammadiyah pada hari yang sama, terungkap beberapa pertimbangan di balik keputusan kontroversial ini. Salah satu poin menyebutkan, Kekayaan alam merupakan anugerah Allah SWT. Manusia sebagai Khalifah di muka bumi memiliki kewenangan untuk memanfaatkan alam.
Lebih lanjut, Muhammadiyah menegaskan bahwa pemanfaatan kekayaan alam ini akan digunakan untuk kemaslahatan umat serta kesejahteraan material dan spiritual.
Keputusan Muhammadiyah ini tentu mengundang berbagai reaksi. Ada yang mendukung, namun tak sedikit pula yang mengkhawatirkan dampak lingkungan dan sosial dari kegiatan pertambangan.
Seorang aktivis lingkungan yang hadir di lokasi, Dewi Sutrisno, menyuarakan kekhawatirannya:
“Kami berharap Muhammadiyah benar-benar memegang teguh komitmennya. Jangan sampai kegiatan pertambangan justru merusak alam dan merugikan masyarakat setempat,” ungkap Dewi.
Sementara itu, ekonom dari Universitas Indonesia, Dr. Farid Husein, melihat potensi positif dari langkah ini:
“Jika dikelola dengan baik dan transparan, ini bisa menjadi model baru pengelolaan sumber daya alam yang mengutamakan kesejahteraan rakyat, bukan segelintir elit,” ungkap Farid.
Waktu akan membuktikan apakah langkah berani Muhammadiyah ini akan membawa berkah atau justru menjadi bumerang. Yang pasti, keputusan ini telah membuka babak baru dalam sejarah organisasi Islam tertua di Indonesia, sekaligus menantang paradigma tentang peran ormas keagamaan dalam pembangunan ekonomi nasional.##
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : Bisnis.com