Namun, kebijakan ini bukan tanpa kontroversi. Beberapa pihak mengkhawatirkan adanya celah yang bisa dimanfaatkan oleh mafia impor
JAKARTA (ENERGINEWS.COM) – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru-baru ini menerbitkan kebijakan relaksasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Langkah ini diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi dalam sektor energi baru dan terbarukan (EBT). Namun, kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran akan munculnya praktik-praktik mafia impor yang bisa merugikan negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Dalam pasal 19, disebutkan bahwa pemerintah memberikan kelonggaran bagi proyek-proyek PLTS yang berencana beroperasi secara komersial paling lambat 30 Juni 2026. Relaksasi ini berlaku untuk penggunaan produk dalam negeri, dengan beberapa ketentuan tertentu.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa keringanan impor komponen PLTS hanya berlaku bagi proyek yang telah menandatangani perjanjian jual beli tenaga listrik (PPA) hingga 31 Desember 2024.
“Impornya ini hanya terbatas untuk badan usaha yang telah memiliki komitmen membangun pabrik surya di Indonesia,” ujar Eniya saat dikutip pada Selasa (13/8/2024).
Kebijakan ini bertujuan untuk mempercepat pembangunan PLTS di Indonesia. Meski demikian, Eniya mengakui bahwa ada banyak pabrik dalam negeri yang sudah mampu memproduksi modul surya.
“Kami telah melakukan evaluasi dan kunjungan ke beberapa produsen modul PLTS. Pabrik dalam negeri sudah berupaya maksimal, namun untuk mempercepat proyek, relaksasi ini diperlukan,” tambahnya.
Namun, kebijakan ini bukan tanpa kontroversi. Beberapa pihak mengkhawatirkan adanya celah yang bisa dimanfaatkan oleh mafia impor. Dalam praktiknya, kebijakan ini dapat memberikan keuntungan besar bagi oknum-oknum tertentu yang hanya mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan negara.
Dikuatirkan kebijakan ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Mereka mungkin saja mengimpor barang secara besar-besaran tanpa komitmen yang nyata untuk membangun pabrik di dalam negeri. Akhirnya, yang dirugikan adalah negara.
Pemerintah sendiri telah menetapkan bahwa jika terjadi pelanggaran komitmen berinvestasi, sanksi administratif berupa pencantuman dalam daftar hitam akan dikenakan pada perusahaan industri modul surya yang gagal memenuhi kewajiban. Namun, apakah sanksi ini cukup untuk menindak oknum-oknum yang mencoba bermain di balik kebijakan ini?
Kebijakan ini, meski bertujuan baik untuk memacu investasi dan percepatan pembangunan PLTS, tetap perlu diawasi dengan ketat agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang hanya ingin meraup keuntungan pribadi.
Untuk itu, pemerintah harus tegas dan transparan dalam mengawasi implementasi kebijakan ini. Jika tidak, kita bisa menghadapi kerugian besar di masa depan.
Dalam kurun waktu lima bulan mendatang, semua pihak yang terlibat diharapkan dapat menjalankan komitmennya dengan penuh tanggung jawab. Jika tidak, relaksasi ini hanya akan menjadi peluang emas bagi mafia impor untuk meraup keuntungan tanpa memperhatikan dampak negatif bagi perekonomian nasional.##
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : msn.com/ bisnis.com