Ada persoalan harga. Jika harga barang tidak turun, produksi tertunda. Ini yang menghambat
JAKARTA (ENERGINEWS.COM) – Pemerintah Indonesia kini tengah menghadapi tantangan besar dalam menarik kembali minat investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas). Dengan kondisi global yang semakin kompetitif, pemerintah berusaha menghidupkan kembali gairah investasi dengan menyederhanakan skema kontrak Gross Split. Apakah upaya ini akan menjadi solusi atau justru menghadirkan tantangan baru bagi investor?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan bahwa pemerintah berencana menerbitkan skema kontrak migas baru melalui penyederhanaan komponen Gross Split.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi D. Suryodipuro, menyatakan bahwa langkah ini dilakukan untuk menjadikan iklim investasi hulu migas lebih menarik.
“Kita menunggu sosialisasi dari Kementerian ESDM terkait penyederhanaan ini. Pemerintah berharap dengan aturan baru ini, investasi di sektor hulu migas dapat kembali meningkat,” ujar Hudi dalam pertemuan di Jakarta, Rabu (7/8/2024).
Penyederhanaan skema Gross Split ini menargetkan agar Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mendapatkan fleksibilitas lebih dalam menentukan skema kontrak. Sejak pertama kali diperkenalkan pada 2017, skema Gross Split mengharuskan kontraktor untuk menggunakan kontrak bagi hasil. Namun, revisi pada 2020 memperbolehkan KKKS memilih antara Gross Split dan Cost Recovery.
“Awalnya banyak masukan mengenai Gross Split. Kini, kami berupaya memperbaikinya untuk meningkatkan daya tarik investasi. Hasilnya adalah pemerintah mengeluarkan aturan baru ini,” tambah Hudi.
Regulasi dan Tantangan yang Dihadapi
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyederhanakan komponen Gross Split dari 10 menjadi 3 komponen variabel, dan dari 3 menjadi 2 komponen progresif. Tambahan split bagi kontraktor pun kini lebih menarik, mencapai hingga 95% termasuk untuk Migas Non Konvensional.
“Kami telah menyederhanakan komponen agar pelaksanaan lebih implementatif. Ini dilakukan untuk menumbuhkan daya tarik KKKS,” ujar Arifin.
Selain itu, pemerintah juga merevisi sejumlah kebijakan perpajakan, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017 dan PP Nomor 53 Tahun 2017, untuk mempermudah pembebasan indirect tax dan PBB tubuh bumi tahap eksploitasi.
“Kami memberikan insentif agar Internal Rate of Return (IRR) dan produk indeks terjaga. Fleksibilitas ini memungkinkan transisi dari Gross Split ke Cost Recovery,” tambah Arifin.
Dampak Penyederhanaan Terhadap Pengusaha dan Investor
Namun, meskipun pemerintah berupaya menyederhanakan regulasi, tantangan besar masih menghadang. KKKS menghadapi kendala penetapan harga saat menggunakan skema Gross Split.
“Ada persoalan harga. Jika harga barang tidak turun, produksi tertunda. Ini yang menghambat,” ungkap Arifin.
Dampak dari regulasi ini juga menimbulkan kekhawatiran bagi pengusaha dan investor yang masih skeptis terhadap efektivitasnya. Para pengusaha migas mengharapkan bahwa regulasi ini tidak hanya sekadar janji manis di atas kertas, melainkan mampu memberikan hasil nyata di lapangan. Mereka menginginkan kepastian regulasi dan stabilitas ekonomi yang mendukung investasi jangka panjang.
Solusi dan Harapan Masa Depan
Solusi untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan memperkuat koordinasi antara pemerintah dan pelaku industri. Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan baru ini mampu menjawab kebutuhan industri tanpa menimbulkan ketidakpastian.
Selain itu, adopsi teknologi terbaru dalam pengelolaan migas juga menjadi langkah penting untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Penerapan inovasi di sektor ini diharapkan dapat menarik lebih banyak investor dan mengurangi ketergantungan pada metode konvensional yang rentan terhadap fluktuasi harga.
Masa depan penanganan minyak dan gas bumi di Indonesia bergantung pada kemampuan pemerintah untuk beradaptasi dengan perubahan global dan memenuhi ekspektasi investor. Hanya dengan pendekatan yang proaktif dan kebijakan yang mendukung, Indonesia dapat menjaga posisinya sebagai tujuan investasi yang menarik di sektor migas.##
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : CNBCINDONESIA.COM