Impor Pipa, Industri Lokal Terkekang?

Produksi Pipa Nasional Kalah Bersaing, Mafia Impor Terus Menggerogoti Pasar

- Redaksi

Jumat, 16 Agustus 2024 - 08:01 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dokumen gambar jaringan pipa gas gresik. Foto: antaranews.com

Dokumen gambar jaringan pipa gas gresik. Foto: antaranews.com

Benarkah ini murni masalah kapasitas produksi? Atau ada hal lain yang bermain di balik layar?

 

JAKARTA (ENERGINEWS.COM) – Mengapa kita masih mengimpor pipa? Bukankah kita sudah memiliki industri dalam negeri? Pertanyaan itu tentu membayangi benak banyak orang. Di tengah gembar-gembor kemandirian industri, Indonesia masih saja bergantung pada impor produk pipa, khususnya Oil Country Tubular Goods (OCTG).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Lalu, apa masalahnya?” mungkin Anda bertanya. Kenyataannya, industri dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan, meski pabrik-pabrik pipa sudah berdiri kokoh di tanah air.

Firdausi Manti, Asisten Deputi Industri Maritim dan Transportasi di Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, tak menampik kenyataan ini. “Produksi lokal kita memang belum cukup,” ujarnya blak-blakan dalam sebuah acara di IOG SCM Summit 2024. Dari kapasitas produksi 230 ribu ton, kita baru bisa menghasilkan 15 ribu ton, tambahna lagi.

Hanya 15 ribu ton? Bukankah itu jauh dari cukup?

Benar sekali. Jumlah itu bahkan tak sebanding dengan kebutuhan industri minyak dan gas (migas) di Indonesia. Tak heran jika Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) masih harus mengimpor sekitar 200 ribu ton produk OCTG. Ironisnya, impor ini terus melonjak setiap tahunnya, mencapai angka tertinggi pada 2023 dengan 201.731 ton.

Baca Juga :  Revolusi Energi Terbarukan, SegeraTerwujud?

“Ini masalah yang serius,” kata Firdausi, “dan kita harus segera menemukan solusinya.” Namun, benarkah ini murni masalah kapasitas produksi? Atau ada hal lain yang bermain di balik layar?

Apakah mungkin ada mafia impor yang bermain?

Pertanyaan ini tentu saja menggugah rasa penasaran. Ketika angka impor lebih tinggi dari ekspor, dan bahan baku masih banyak yang berasal dari luar negeri, tidak sedikit yang mencurigai adanya pihak-pihak yang diuntungkan dengan kebijakan ini. Meskipun, secara resmi, pemerintah mengakui bahwa minimnya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menjadi alasan utama.

Firdausi mengakui bahwa TKDN komoditas OCTG masih minim, hanya berkisar antara 15 hingga 50 persen, tergantung jenis produk. “Bahan bakunya masih banyak yang impor,” jelasnya. Di sisi lain, tenaga kerja dan jasa lokal justru memiliki TKDN yang tinggi, di atas 75 persen.

Jika begitu, mengapa tidak ada upaya untuk meningkatkan produksi lokal? Sebuah pertanyaan yang logis. Jika memang porsi material mendominasi biaya produksi, mengapa tidak ada upaya serius untuk meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri? “Tentu ada upaya ke arah sana,” kata Firdausi. Namun, upaya ini tampaknya belum cukup untuk menandingi arus impor yang terus mengalir deras.

Baca Juga :  Benarkah PLN Lampaui Target Produksi

Dalam skenario ini, bukan hanya industri yang dirugikan, tetapi juga kemandirian ekonomi bangsa. Bagaimana mungkin kita bisa berbicara tentang kemandirian industri jika masih terus bergantung pada impor?

Solusinya?

Firdausi menutup pembicaraan dengan sebuah harapan. “Kita harus memperkuat industri lokal, memastikan bahan baku tersedia, dan memperketat regulasi impor,” tegasnya. Namun, apakah langkah ini akan cukup untuk membalikkan keadaan? Atau kita akan terus terjebak dalam lingkaran impor tanpa ujung?

Hanya waktu yang bisa menjawab. Namun, satu hal yang pasti, kita tidak bisa hanya duduk diam dan berharap masalah ini akan selesai dengan sendirinya. Kemandirian industri adalah harga mati, dan perjuangan untuk mencapainya masih panjang.##

Penulis : Redaksi

Editor : Mahmud Marhaba

Sumber Berita : msn.com/ tribun

Berita Terkait

Tambang Morowali Disegel KKP
Minerba Diterpa Badai Konsultan Nakal
Revolusi Perizinan Migas, MPI Siap di Garda Terdepan
Prabowo Bentuk Badan Iklim Khusus
Gross Split, Kebijakan ESDM yang Kontroversial??
Misteri Penambang Emas WNA Terbongkar
Gas Melimpah, Ke Mana Arah?
Akhiri Polusi Jakarta, Tutup PLTU Suralaya?

Berita Terkait

Selasa, 19 November 2024 - 09:07 WIB

Tambang Morowali Disegel KKP

Selasa, 24 September 2024 - 08:09 WIB

Minerba Diterpa Badai Konsultan Nakal

Minggu, 22 September 2024 - 22:21 WIB

Revolusi Perizinan Migas, MPI Siap di Garda Terdepan

Jumat, 23 Agustus 2024 - 09:36 WIB

Prabowo Bentuk Badan Iklim Khusus

Kamis, 22 Agustus 2024 - 08:14 WIB

Gross Split, Kebijakan ESDM yang Kontroversial??

Berita Terbaru

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyegel dua perusahaan tambang di pesisir Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah - Foto: Dok. KKP/ detik.com

Nasional

Tambang Morowali Disegel KKP

Selasa, 19 Nov 2024 - 09:07 WIB

Menteri ESDM Bahlil dalam sebuah kesempatan. (Foto: Sekretariat Kabinet RI)

Nasional

Minerba Diterpa Badai Konsultan Nakal

Selasa, 24 Sep 2024 - 08:09 WIB

Ketum MPI bersama Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam sebuah kesempatan. (Foto: Doc MPI)

Nasional

Revolusi Perizinan Migas, MPI Siap di Garda Terdepan

Minggu, 22 Sep 2024 - 22:21 WIB

Probowo Subianto, Presiden RI terpilih yang akan mengesahan Badan Pengelola Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon (BPPPI-TNK. Foto: tripadvisor.com

Nasional

Prabowo Bentuk Badan Iklim Khusus

Jumat, 23 Agu 2024 - 09:36 WIB

Serahterima jabatan Menteri ESDM dari Arifin Tasrif kepada kepada Bahlil Lahadalia. Foto: kontan.com

Nasional

Gross Split, Kebijakan ESDM yang Kontroversial??

Kamis, 22 Agu 2024 - 08:14 WIB