Pemerintah saat ini tengah mendorong pembangunan infrastruktur gas guna mengurangi angka impor LPG. Tidak boleh kalah dari mafia impor atau mafia migas
JAKARTA (ENERGINEWS.COM) – Menteri Energi dan Sumber Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengungkapkan fakta yang mengejutkan: Indonesia masih mengimpor LPG hingga 6 juta ton per tahun dengan nilai mencapai US$3,45 miliar atau setara dengan Rp55,8 triliun.
“Jadi sekarang kan kita impor LPG lebih dari 6 juta ton setahun. Kalau harganya US$575 per ton, dikali-kaliin aja tuh,” kata Arifin di Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jumat (2/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pernyataan ini menimbulkan rasa kecewa yang mendalam, terutama di tengah kelangkaan LPG yang dirasakan masyarakat. Bagaimana mungkin negara yang kaya akan sumber daya alam ini masih harus bergantung pada impor? Arifin menjelaskan bahwa impor ini terjadi karena belum banyaknya jaringan distribusi gas di dalam negeri.
“Pemerintah saat ini tengah mendorong pembangunan infrastruktur gas guna mengurangi angka impor LPG,” tambahnya.
Namun, di balik upaya pemerintah, terselip kecurigaan adanya mafia yang bermain di balik pembelian dan peredaran gas LPG di tanah air. Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, mengungkapkan bahwa industri migas masih dikuasai oleh mafia.
“Pemerintah tidak boleh kalah dari mafia impor atau mafia migas,” tegasnya.
Kementerian ESDM memproyeksikan penyaluran LPG 3 kg bakal melebihi alokasi APBN 2024 atau overkuota sampai akhir tahun ini. Otoritas hilir migas memperkirakan konsumsi gas melon subsidi sampai akhir 2024 mencapai di angka 8,121 juta ton. Prognosa itu lebih tinggi dari alokasi yang ditetapkan dalam APBN 2024 di angka 8,03 juta ton.
Sementara itu, realisasi penyaluran LPG 3 kg pada periode Januari-Mei 2024 telah mencapai 3,37 juta ton atau 41,9% dari kuota yang ditetapkan dalam APBN tahun ini. Adapun, Kementerian ESDM mencatat kenaikan penyaluran LPG 3 kg selama 2019 sampai dengan 2022 berada di kisaran 4,5% setiap tahunnya. Kendati demikian, terjadi tren penurunan pada penyaluran 2022 ke 2023 ke level 3,2%.
Di tengah situasi ini, pemerintah berupaya menyelesaikan proyek pipa gas Cirebon-Semarang (Cisem) dan Dumai-Sei Mangkei (Dusem) untuk membuka wilayah jaringan distribusi gas.
“Dengan adanya transmisi gas ini, nanti Jawa ke depannya akan membuka wilayah jaringan-jaringan distribusi gas. Wilayah itu didorong untuk bisa menyediakan jaringan gas ke masyarakat dan selain industri,” ucap Arifin.
Namun, apakah upaya ini cukup untuk mengatasi kelangkaan dan mengurangi ketergantungan pada impor? Masyarakat berharap pemerintah dapat memanfaatkan gas di negeri sendiri dengan lebih efektif dan efisien, sehingga tidak perlu lagi bergantung pada impor yang merugikan negara.##
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : Bisnis.com