Kita punya NDC (Nationally Determined Contribution), dengan berbagai target penurunan emisi yang dapat berdampak pada pengurangan jumlah pekerjaan
JAKARTA (ENERGINEWS.COM) – Transisi energi, sebuah langkah besar menuju masa depan yang lebih hijau, membawa angin segar sekaligus kekhawatiran bagi masyarakat, terutama bagi para pekerja di sektor energi fosil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketua Umum Forum Serikat Pekerja (FSP) Kerah Biru Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Royanto Purba, menyuarakan kekhawatiran para pekerja.
“Kita punya NDC (Nationally Determined Contribution), dengan berbagai target penurunan emisi yang dapat berdampak pada pengurangan jumlah pekerjaan (di energi fosil, red),” ungkap Royanto.
Ia menekankan pentingnya pemerintah untuk melakukan mitigasi dampak negatif dari transisi energi, seperti pengembangan program pelatihan dan keterampilan, serta penyediaan jaring pengaman sosial bagi pekerja yang terdampak.
Senada dengan Royanto, Institute for Essential Services Reform (IESR) juga menyoroti pentingnya perencanaan yang matang dalam transisi energi. Manajer Program Ekonomi Hijau IESR, Wira A Swadana, mengatakan, jika peralihan ini akan mempengaruhi kebidupan masyarakat.
“Peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan akan mempengaruhi kehidupan masyarakat di Indonesia,” ungkap Wira A Swadana.
Oleh karena itu, perlu adanya definisi dan indikator transisi energi berkeadilan yang jelas dan sesuai dengan konteks Indonesia.
IESR mendefinisikan transisi energi berkeadilan sebagai proses peralihan yang tidak hanya fokus pada penurunan emisi, tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan ekonomi.
“Transisi energi berkeadilan harus mengatasi permasalahan ekonomi, sosial, energi, dan lingkungan yang ada,” tegas Wira.
Untuk mencapai tujuan tersebut, IESR mengusulkan tiga pendekatan utama: transformasi ekonomi, transformasi sosial-politik, dan pelestarian lingkungan.
Dalam transformasi ekonomi, misalnya, perlu ada fokus pada pengentasan kemiskinan, kemajuan ekonomi berkelanjutan, dan pekerjaan hijau. Sementara itu, transformasi sosial-politik mencakup pembangunan manusia dan inklusivitas masyarakat.
“Pelestarian lingkungan harus menjadi prioritas utama,” tambah Wira. Dengan adanya kejelasan definisi dan cakupan transisi berkeadilan, diharapkan Indonesia memiliki acuan untuk perencanaan dan pelaksanaan transisi berkeadilan yang sesuai konteks Indonesia.
Di balik semangat transisi energi, tersimpan kekhawatiran mendalam para pekerja yang merasa masa depan mereka terancam. Mereka membutuhkan kepastian dan jaminan bahwa transisi energi tidak akan meninggalkan mereka di belakang. Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama untuk merancang kebijakan yang adil dan inklusif, sehingga transisi energi tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga bagi kesejahteraan masyarakat, termasuk para pekerja di sektor energi fosil.
Pertanyaan besar kini menghadap kita: Bagaimana memastikan bahwa transisi energi tidak hanya membawa kita menuju masa depan yang lebih hijau, tetapi juga lebih adil dan sejahtera bagi semua?##
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : katadata.com