Kami mendengar tentang miliaran rupiah untuk pemberdayaan masyarakat, tapi nyatanya, kami masih hidup seperti dulu. Di mana pembangunan yang dijanjikan itu?
ACEH (ENERGINEWS.COM) – Di tanah yang dijuluki Serambi Mekah, Aceh, terhampar kekayaan alam yang seolah tak bertepi. Namun, di balik gemerlap angka-angka produksi dan janji kesejahteraan, tersembunyi sebuah ironi yang menusuk: rakyat Aceh masih bergulat dengan kemiskinan di tengah lautan sumber daya alam mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mahdinur, seorang pejabat yang akan segera purnatugas, dengan bangga memaparkan data: 331 Izin Usaha Pertambangan (IUP) telah diterbitkan, mencakup mineral logam, batu bara, dan mineral lainnya. Namun, di balik angka-angka yang memukau ini, tersembunyi pertanyaan menggugat: sejauh mana rakyat Aceh benar-benar menikmati “berkah” ini?
“Total PNBP sektor pertambangan mineral dan batu bara di Aceh mencapai hampir 1,5 triliun rupiah,” ujar Mahdinur dengan nada optimis. Tapi benarkah angka ini telah diterjemahkan menjadi kesejahteraan nyata bagi rakyat Aceh?
Seorang buruh tambang, dengan mata yang menyiratkan kelelahan, berbisik, “Kami bekerja keras setiap hari, tapi hidup kami tidak kunjung membaik. Apa artinya triliunan rupiah itu bagi kami?”
Memang, data menunjukkan sekitar 3.000 tenaga kerja terserap. Namun, angka ini tampak kecil jika dibandingkan dengan jumlah pengangguran di Aceh. Belum lagi jika kita berbicara tentang kualitas pekerjaan dan tingkat kesejahteraan para pekerja ini.
“Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) mencapai ± Rp153 miliar,” Mahdinur melanjutkan. Namun, ketika kita menyusuri desa-desa di sekitar area tambang, kita masih melihat infrastruktur yang minim, akses pendidikan dan kesehatan yang terbatas.
Seorang kepala desa, dengan suara yang sarat kekecewaan, mengungkapkan, miliaran rupiah untuk pemberdayaan yang tidak dibarengi dengan kehidupan yang layak. Kami mendengar tentang miliaran rupiah untuk pemberdayaan masyarakat, tapi nyatanya, kami masih hidup seperti dulu. Di mana pembangunan yang dijanjikan itu?
Mahdinur berbicara tentang harapan akan kebermanfaatan, berkeadilan, dan berkelanjutan. Namun, realita di lapangan seringkali berbeda jauh dari retorika indah ini. Kenyataannya, banyak masyarakat Aceh masih merasa terabaikan dalam pembagian “kue” kekayaan alam mereka.
Ironinya, sementara perusahaan-perusahaan tambang terus mengeruk kekayaan bumi Aceh, sumber daya alam yang tidak terbarukan ini terus berkurang. Pertanyaannya: akankah Aceh benar-benar menikmati hasil kekayaan alamnya sebelum semuanya habis terkuras?
Di tengah gemuruh mesin-mesin penambangan, terdengar bisikan harapan dari Mahdinur tentang kerja sama pembiayaan mawah dengan perusahaan tambang. Namun, tanpa transparansi dan pengawasan ketat, akankah ini hanya menjadi janji manis lainnya yang tak kunjung terwujud?
Serambi Mekah kini berada di persimpangan. Di satu sisi, janji kekayaan dari bumi yang melimpah. Di sisi lain, realita kemiskinan yang masih membelenggu sebagian besar rakyatnya. Pertanyaannya kini: akankah tambang-tambang ini akhirnya menjadi berkah bagi Aceh, atau justru menjadi kutukan yang menggerogoti masa depannya?##
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : tribunnews.com