KPK bahkan menyatakan banding atas putusan hakim yang tidak mengabulkan pidana pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan US$104.016 terhadap Karen
JAKARTA (ENERGINEWS.COM)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Korupsi, ibarat kanker yang terus menggerogoti negeri ini. Ketika KPK mengumumkan bahwa mereka akan terus mengejar kerugian keuangan negara sebesar US$113,83 juta dari kasus korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) di PT Pertamina (Persero) tahun 2011-2021, banyak yang berharap ini menjadi titik balik pemberantasan korupsi. Namun, perjuangan ini bukanlah jalan yang mudah.
KPK dan Tuntutan yang Terabaikan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menghadapi tantangan besar setelah tuntutan mereka terhadap Corpus Christie Liquefaction, LLC (CCL), pemasok LNG asal Amerika Serikat, tidak dikabulkan hakim. Meski demikian, mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, tetap divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara selama 9 tahun.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa mereka tidak akan berhenti.
“KPK pernah berkoordinasi khususnya kalau tidak salah ini perkaranya Garuda, perkara e-KTP. Bahkan juga ada akhirnya kita komunikasi melalui Mutual Legal Assistance, itu memang prosesnya cukup lama,” ungkapnya dengan nada penuh keyakinan dalam sebuah konferensi pers, Jumat (05/07/2024).
Perjuangan Panjang Melawan Sistem Hukum Internasional
Asep mengakui bahwa mengejar uang pengganti dari perusahaan luar negeri seperti CCL bukanlah perkara mudah. Setiap negara memiliki yurisdiksi dan sistem hukum yang berbeda.
“Harus ada kesepakatan atau kesepahaman bahwa memang perbuatan tersebut juga sama di sana itu dinyatakan sebagai perbuatan pidana korupsi. Kalau di sana legal, ya lain. Itu tentunya akan kita tempuh,” ujar jenderal polisi bintang satu itu.
Ketidakpastian ini menciptakan tantangan tambahan bagi KPK, namun tidak mengurangi semangat mereka. KPK bahkan menyatakan banding atas putusan hakim yang tidak mengabulkan pidana pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan US$104.016 terhadap Karen. “Kami akan terus mengejar keadilan untuk kerugian negara ini,” tegas Asep.
Korupsi dan Manipulasi Jabatan
Kasus ini tidak hanya tentang kerugian finansial, tetapi juga tentang penyalahgunaan kekuasaan. Tim penuntut umum KPK mendakwa Karen merugikan keuangan negara sebesar US$113,83 juta dan memperkaya diri sendiri dengan meminta posisi jabatan di perusahaan investasi asal Amerika Serikat, Blackstone, yang merupakan pemegang saham Cheniere Energy, Inc., induk perusahaan CCL.
Putusan hakim yang lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta dari tuntutan 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, disayangkan oleh banyak pihak. Vonis ini pun dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan bagi rakyat.
Tersangka Baru dan Pengembangan Kasus
Dalam perkembangan lain, KPK telah menetapkan dua tersangka baru dalam kasus LNG Pertamina ini. Mereka adalah YA, Senior Vice President (SPV) Gas and Power Pertamina 2013-2014, dan HK, Direktur Gas Pertamina 2012-2014. Kedua orang ini merupakan anak buah Karen dan diberikan kuasa untuk menandatangani perjanjian jual beli LNG dengan CCL.
Penegak hukum juga tengah mendalami empat pengadaan LNG lainnya di BUMN migas tersebut. Langkah ini menunjukkan tekad KPK untuk menuntaskan kasus ini hingga akar-akarnya.
“Kami tidak akan berhenti sampai semua yang terlibat dibawa ke pengadilan,” ujar Asep dengan tegas.
Perjuangan KPK melawan korupsi LNG ini adalah contoh nyata dari betapa sulitnya memberantas korupsi yang telah mengakar dan melibatkan banyak pihak, termasuk jaringan internasional. Meskipun tantangannya besar, KPK tetap kokoh pada misinya. Dalam menghadapi mafia korupsi yang merajalela, harapan rakyat Indonesia kini bertumpu pada keteguhan dan keberanian para pejuang anti-korupsi. Seperti kata seorang bijak, “Perjuangan melawan korupsi adalah perjuangan kita semua, demi masa depan yang lebih bersih dan adil.”##
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : msn.com