Ditjen EBTKE sudah melakukan kerja sama dengan UGM untuk melakukan kajian tersebut secara independen, responsnya sangat positif
JAKARTA (ENERGINEWS.COM) – Di tengah ketidakpastian ekonomi global, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus menggelar negosiasi yang terkesan panjang dan berliku dengan otoritas fiskal terkait kemungkinan pengurangan tarif pajak pada proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebuah langkah yang dianggap krusial demi mendongkrak daya tarik investasi di sektor energi terbarukan yang saat ini masih menjadi tanda tanya besar.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa negosiasi tersebut masih berjalan. Dengan wajah yang sedikit cemas, ia menjelaskan bahwa pihaknya masih menunggu hasil kajian dari tim independen yang telah digandeng, yakni Universitas Gadjah Mada (UGM).
“Lagi jalan [negosiasinya]. Kita sedang menunggu studi dari independen, jadwalnya sih Agustus,” ujar Eniya saat ditemui di kawasan BSD, Rabu (24/7/2024). Sepertinya, kesabaran adalah kunci dalam menghadapi situasi ini.
Tentu saja, ada rasa keheranan di tengah masyarakat dan para pelaku usaha energi terbarukan. Bagaimana mungkin sebuah negara yang berlimpah sumber daya panas bumi, masih harus bergumul dengan birokrasi yang berbelit dan hambatan regulasi?
Apakah ini sekadar upaya untuk menenangkan pelaku usaha, atau benar-benar langkah nyata menuju perubahan?
“Ada beberapa pajak yang sudah diatur dalam undang-undang dan hal tersebut tidak dapat diubah. Nah, ini sedang dikaji,” lanjut Eniya dengan nada yang mencerminkan beban berat yang diemban oleh instansinya. Meski demikian, ia tetap optimis menunggu hasil dari kajian independen tersebut.
Menariknya, keinginan untuk merombak struktur pajak ini bukan hanya datang dari pemerintah. Pelaku usaha panas bumi, yang selama ini mengeluh soal iuran yang memberatkan, juga turut bersuara.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Riza Passik, menegaskan bahwa pihaknya telah mengusulkan penyesuaian besaran iuran kepada Kementerian ESDM untuk meningkatkan investasi di sektor panas bumi.
“Ditjen EBTKE sudah melakukan kerja sama dengan UGM untuk melakukan kajian tersebut secara independen, responsnya sangat positif,” ungkap Riza saat dikonfirmasi, Senin (15/7/2024).
Namun, apakah ini akan menjadi sekadar kajian akademis yang tak berujung pada tindakan nyata? Atau akankah ini menjadi momentum bagi Indonesia untuk benar-benar memanfaatkan potensi panas bumi yang belum tergarap secara optimal?
Riza berharap, kajian yang sedang berlangsung ini dapat diterjemahkan menjadi kebijakan konkret yang dapat diadopsi untuk meningkatkan investasi dan kegiatan eksplorasi lanjutan di sektor panas bumi di dalam negeri.
“Studi ini akan berlanjut untuk fiskal di bawah Kementerian Keuangan,” tambahnya, berharap pada masa depan yang lebih cerah bagi sektor yang diwakilinya.
Pada akhirnya, pertanyaan besar masih menggantung: apakah pemerintah benar-benar akan membuka jalan bagi investasi di sektor ini, atau justru terjebak dalam lingkaran retorika tanpa aksi nyata? Warga dan pelaku usaha hanya bisa menanti sambil berharap agar janji-janji ini tidak menjadi sekadar angin lalu.##
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : msn.com