KPPU menyoroti kebijakan monopoli yang diterapkan oleh PT Pertamina Gas Negara Tbk, yang belum melibatkan BUMD atau swasta dalam investasi pengembangan jargas kota
JAKARTA (ENERGINEWS.COM)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KETUA Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M Fanshurullah Asa, mengemukakan pandangannya tentang pentingnya jaringan gas (jargas) sebagai alternatif untuk menggantikan subsidi gas LPG.
Dalam wawancara eksklusif, Ifan—sapaan akrabnya—menyatakan bahwa peralihan ke jargas kota dapat mengurangi beban APBN yang saat ini mencapai Rp 830 triliun.
Program Strategis Nasional (PSN) telah menetapkan target penggunaan jargas hingga tahun 2024 sebesar 4 juta SR. Namun, realisasi hingga saat ini baru mencapai 20 persen dari target tersebut.
KPPU menyoroti kebijakan monopoli yang diterapkan oleh PT Pertamina Gas Negara Tbk, yang belum melibatkan BUMD atau swasta dalam investasi pengembangan jargas kota.
Namun, tantangan utama adalah harga. “Tinggal masalah harganya (mahal atau tidak),” kata Ifan.
Di sisi lain, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjadjaran, Yayan Satyakti, berpendapat bahwa kebutuhan akan BBM rendah sulfur tidak mendesak saat ini, terutama jika harganya tinggi.
“Pemerintah perlu bijaksana dalam mengatur harga BBM mengingat situasi ekonomi yang sedang mengalami kontraksi daya beli,” tegas Yayan.
Produksi BBM rendah sulfur tergantung pada jenis minyak mentah (crude). Semakin rendah kandungan sulfurnya, semakin mahal harganya. Yayan menjelaskan bahwa minyak mentah rendah sulfur, yang memiliki berat jenis lebih ringan (Light Sweet Crude Petroleum), lebih mahal daripada minyak mentah bersulfur tinggi (heavy crude).
Untuk memproduksi BBM rendah sulfur sesuai standar minimal Euro IV (di bawah 50 ppm), diperlukan investasi lebih pada kilang di Indonesia. Saat ini, kilang umumnya memproses BBM setara Euro II dengan kandungan sulfur kisaran 150-300 ppm.
“Modifikasi kilang minyak untuk menghasilkan BBM rendah sulfur memerlukan biaya yang signifikan,” ungkap Yayan.
Menteri ESDM, Arifin Tasrif, mengumumkan rencana uji coba produk BBM baru yang rendah sulfur dan emisi mulai 17 Agustus 2024.
“Alternatif penggunaan BBM rendah sulfur dapat membantu mengurangi emisi dan mendukung kesehatan masyarakat,” kata Arifin. Pemerintah akan menentukan bahan bakar nabati (BBN) sebagai pencampur BBM untuk memenuhi standar kandungan sulfur di bawah 50 ppm.
Meski masih ada kendala terkait biaya, langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menghadapi tantangan lingkungan dan ekonomi.
Dengan kepemimpinan yang kuat dan strategi yang berani, peralihan ke jargas dan penggunaan BBM rendah sulfur dapat menjadi solusi cerdas untuk menghemat APBN dan menjaga kualitas udara kita.##
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : msn.com