Segala jenis cincin, perhiasan, berlian, kancing, kalung, dan gelang ditumpuk. Mejanya segera dipenuhi dengan persediaan yang mungkin tidak dimiliki oleh toko perhiasan terbesar di dunia
JAKARTA (ENERGINEWS.COM)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
DI MASA kini, flexing atau pamer kekayaan kerap kali terlihat di berbagai platform media sosial. Namun, fenomena ini bukanlah hal baru. Pada tahun 1946, Carla Wolff, seorang perempuan Belanda, memamerkan kekayaannya yang melimpah hingga mengundang kecurigaan banyak pihak.
Kekayaan tersebut ternyata berasal dari hasil curian di Rumah Gadai di Jalan Kramat, Batavia, mencapai jutaan gulden dan 960 kg emas—sebuah pencurian terbesar di awal kemerdekaan Indonesia.
Carla Wolff bukan perempuan biasa. Anggota Organisasi Gerilya Hindia Belanda atau Nederlandsch Indies Guerilla Organisatie (NIGO), ia juga merupakan istri simpanan dari perwira Jepang, Hiroshi Nakamura. Selama masa penjajahan Jepang, Nakamura adalah penasihat politik Jenderal Nishimura, komandan militer Jepang di Asia Tenggara.
Dari hubungan ini, Carla menikmati banyak keistimewaan dan hidup dalam kemewahan.
Dari tahun 1945-1946, Carla Wolff hidup dengan foya-foya. Ia mengklaim dirinya lebih kaya dari Ratu Belanda.
“Aku akan buat kasur dari emas!” serunya, dikutip dari Het Dagblad pada 17 Juni 1946.
Kekayaan yang dipamerkannya dari piring dan sendok emas hingga perhiasan yang berkilauan menimbulkan banyak pertanyaan. Dari mana asal usul kekayaannya? Salah satu yang curiga adalah Rene Ulrich, temannya sendiri. Rasa iri dan penasaran membuatnya melaporkan Carla ke Kapten Morton, tentara Belanda, dan Sersan Dawson, tentara Inggris.
Morton dan Dawson segera bertindak. Mereka mendatangi rumah Carla dan memaksanya mengaku dengan cara kekerasan.
“Dia dipukul, ditendang, dan ditinju hingga bersedia menunjukkan harta tersebut,” ungkap Het Dagblad.
Carla akhirnya mengaku bahwa harta itu berasal dari suaminya, Nakamura. Alih-alih melaporkan, Morton dan Dawson justru ikut menggasak harta curian tersebut, mengambil 50.000 gulden dan 19 kg emas.
Kasus ini akhirnya terungkap ketika semakin banyak orang mengetahui sikap flexing Carla dan merasa curiga. Pada Juni 1946, pengadilan militer Belanda bergerak cepat dan mengadili semua yang terlibat.
Rupanya, pencurian ini dilakukan oleh Kapten Hiroshi Nakamura dan Kolonel Akira Nomura, perwira Jepang yang memanfaatkan euforia kemerdekaan Indonesia untuk merampok jutaan gulden dan ratusan kilogram emas dari rumah gadai di Jalan Kramat, Batavia.
Selama pengadilan, Nomura mengaku bahwa perintah pencurian tersebut datang dari keyakinan bahwa Jepang berhak atas harta itu untuk membiayai kamp-kamp tentara selama masa kedatangan Sekutu.
“Saya yakin bahwa itu adalah milik Jepang dan menurut perintah Mountbatten, Jepang harus terus mengurus masalah tersebut untuk menggunakan permata itu,” kata Nomura, dikutip dari De nieuwsgier pada 2 Agustus 1948.
Pameran emas sitaan di pengadilan mengejutkan para hakim.
“Segala jenis cincin, perhiasan, berlian, kancing, kalung, dan gelang ditumpuk. Mejanya segera dipenuhi dengan persediaan yang mungkin tidak dimiliki oleh toko perhiasan terbesar di dunia,” tulis Het Dagblad.
Namun, sebagian besar harta curian belum ditemukan. Hiroshi Nakamura berhasil menyembunyikan banyak harta tersebut melalui pencucian uang dan menanamnya di berbagai lokasi.
Kasus ini kemudian ditutup setelah dua tahun tanpa menemukan sisa harta yang dicuri. Semua pelaku, termasuk Carla, dihukum berat. Legenda harta karun Nakamura yang hilang di kawasan Menteng atau tempat lain masih menjadi misteri hingga kini, membayangi kisah menggiurnya kekayaan emas yang tinggi nilainya.##
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : cnbcindonesia.com