Meskipun saat ini Indonesia masih bergantung pada impor listrik dari Malaysia, Adi menegaskan bahwa kerja sama ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk mengekspor listrik ke Malaysia di masa depan
JAKARTA (ENERGINEWS.COM)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketergantungan Indonesia terhadap impor listrik dari Malaysia masih menjadi sorotan utama, terutama di wilayah Kalimantan Barat. PT PLN (Persero) akhirnya buka suara mengenai situasi ini. Dalam pertemuan yang digelar di Hotel Mulia, Jakarta, Direktur Manajemen Pembangkitan PLN, Adi Lumakso, mengungkapkan bahwa belum adanya interkoneksi transmisi di Kalimantan menjadi alasan utama kebutuhan impor listrik dari negara tetangga tersebut.
“Kalimantan Utara sebenarnya memiliki potensi besar untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), terutama dengan adanya rencana pembangunan PLTA Kayan yang diproyeksikan menjadi PLTA terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas hingga 9 GW,” ujar Adi.
Harapannya, ditambahkan Adi, dengan adanya interkoneksi yang menghubungkan Kalimantan timur, tengah, selatan, dan barat, kita bisa memanfaatkan potensi hidro ini.
Menurut Adi, pembangunan transmisi listrik di kawasan Kalimantan dilakukan secara bertahap, sejalan dengan pengembangan energi terbarukan yang memanfaatkan potensi lokal.
“Saat ini, pembangunan pembangkit listrik berbasis renewable energy memerlukan dukungan alam sekitar. Potensi air di Kalbar memang ada, tetapi lokasinya jauh, sehingga kita menunggu pembangunan transmisi,” jelasnya.
Meskipun saat ini Indonesia masih bergantung pada impor listrik dari Malaysia, Adi menegaskan bahwa kerja sama ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk mengekspor listrik ke Malaysia di masa depan.
“Kerja sama perdagangan listrik ini memiliki aturan yang harus ditempuh. Nanti, setelah kita memiliki transmisi yang memadai, kita juga bisa mengekspor listrik ke Malaysia,” tambah Adi optimis.
Data dari Kementerian ESDM yang tercantum dalam Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2023 menunjukkan bahwa pada tahun 2023, Indonesia mengimpor listrik dari Malaysia sebesar 892,92 gigawatt per hour (GWh). Angka ini meningkat dari 797,38 GWh pada tahun 2022, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2021 yang mencapai 972,73 GWh. Listrik tersebut berasal dari PLTA yang diekspor oleh Sarawak Energy Berhad, BUMN Malaysia di sektor ketenagalistrikan.
Melihat kenyataan ini, Adi mengajak semua pihak untuk berfokus pada pembangunan infrastruktur yang mendukung penggunaan energi terbarukan di dalam negeri, sehingga ketergantungan pada impor listrik dapat ditekan dan Indonesia dapat lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan energinya.
“Dengan adanya interkoneksi dan pembangunan transmisi yang terintegrasi, kita berharap dapat segera mengurangi ketergantungan ini dan mulai mengekspor listrik. Pembangunan yang berbasis keadilan dan kemakmuran rakyat Indonesia adalah tujuan utama kami,” pungkas Adi.
Pernyataan ini menjadi pengingat akan pentingnya investasi dalam infrastruktur energi dan kerja sama yang strategis untuk mencapai kemandirian energi yang berkelanjutan bagi Indonesia.##
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : msn.com