Pentingnya tata kelola yang transparan, berintegritas, inklusif, dan adil dalam penyelenggaraan pasar karbon
JAKARTA (ENERGINEWS.COM)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di tengah hiruk pikuk isu perubahan iklim, perdagangan karbon hadir sebagai salah satu instrumen penting dalam upaya kolektif memerangi emisi gas rumah kaca. Di Indonesia, skema perdagangan karbon telah diatur melalui berbagai kebijakan, dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sebagai pihak yang memegang kendali.
Dikutip dari detik.com Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian LHK, Laksmi Dewanthi, mengungkap seluk beluk perdagangan karbon di Tanah Air.
Merajut Skema Perdagangan Karbon: Dari Regulasi hingga Implementasi
Laksmi mengawali perbincangan dengan menjelaskan landasan hukum perdagangan karbon di Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 menjadi acuan utama, dilengkapi dengan Peraturan Menteri LHK Nomor 21 Tahun 2022.
Lebih lanjut, Laksmi memaparkan skema-skema perdagangan karbon yang telah disiapkan, meliputi:
- Perdagangan emisi: Di mana emisi gas rumah kaca menjadi komoditas yang diperdagangkan.
- Offset karbon: Mekanisme di mana emisi yang dihasilkan diimbangi dengan upaya pengurangan emisi di tempat lain.
- Pembayaran berbasis kinerja: Instrumen yang memberikan insentif bagi pihak-pihak yang berhasil mencapai target pengurangan emisi.
- Pungutan atas karbon: Penerapan tarif atas emisi gas rumah kaca.
- Mekanisme lain: Skema inovatif lainnya yang akan dikembangkan di masa depan.
Skema-skema ini, terang Laksmi, dirancang untuk memfasilitasi perdagangan karbon baik di dalam negeri maupun di pasar internasional.
Membuka Jalan Menuju Pengakuan Saling (MRA) dalam Perdagangan Karbon
Salah satu kunci untuk kelancaran perdagangan karbon adalah terjalinnya Mutual Recognition Arrangement (MRA). MRA merupakan kesepakatan antar negara atau jurisdiksi untuk saling mengakui skema perdagangan karbon masing-masing.
Laksmi menjelaskan bahwa MRA dapat memberikan berbagai manfaat, seperti:
- Meningkatkan kepercayaan terhadap hasil akreditasi.
- Meningkatkan volume perdagangan.
- Memfasilitasi kerja sama karbon internasional.
- Meminimalkan hambatan pasar.
Indonesia, menurutnya, memiliki modalitas regulasi yang memadai untuk pelaksanaan MRA, sebagaimana tercantum dalam Perpres 98 Tahun 2021 dan Permen LHK 21 Tahun 2022.
Pengalaman Konversi Sertifikat dan Potensi MRA di Pasar Sukarela
Menariknya, Laksmi turut menyinggung pengalaman konversi sertifikat karbon yang telah dilakukan KLHK. Hal ini menjadi contoh nyata penerapan MRA di level nasional.
Beliau optimis bahwa MRA juga dapat diterapkan di pasar sukarela, di mana skema perdagangan karbon tidak terikat pada regulasi wajib.
Tata Kelola: Kunci Menuju Ekonomi Karbon yang Berkelanjutan
Di penghujung perbincangan, Laksmi menegaskan pentingnya tata kelola yang transparan, berintegritas, inklusif, dan adil dalam penyelenggaraan pasar karbon.
Menurut beliau, ekosistem ekonomi karbon yang kokoh ini menjadi kunci untuk memaksimalkan potensi ekonomi karbon dan berkontribusi pada penanggulangan perubahan iklim.##
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : detik.com