Saya mengusulkan kepada PP Muhammadiyah untuk menolak tawaran Menteri Bahlil/Presiden Joko Widodo itu. Pemberian itu lebih banyak mudharat daripada maslahatnya
JAKARTA (ENERGINEWS.COM)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sabtu, 1 Juni 2024, menjadi hari di mana Ketua Umum HIPTI (Himpunan Pengusaha Tolaki Indonesia), Rusmin Abdul Gani, menyuarakan penolakannya terhadap kebijakan pemerintah yang akan memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.
Melalui sejumlah media siber, Rusmin dengan tegas menyatakan bahwa langkah ini adalah sebuah kebijakan yang tidak masuk akal. Ia menilai pembagian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) yang justru mengabaikan kesejahteraan masyarakat lokal merupakan bukti nyata dari ketidakadilan yang terjadi.
Dalam sepekan terakhir, dukungan terhadap penolakan ini mulai bermunculan.
Uskup Agung Jakarta, Prof. Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo, menyatakan bahwa Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tidak akan mengajukan izin untuk usaha tambang.
“Saya tidak tahu kalau ormas-ormas yang lain ya, tetapi di KWI tidak akan menggunakan kesempatan itu karena bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya,” ujarnya usai bersilaturahmi di Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Rabu, 5 Juni 2024.
Menurut Kardinal Suharyo, KWI tidak berkepentingan dalam usaha tambang, dan fokus mereka tetap pada pelayanan sosial.
Senada dengan itu, Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin, juga menolak tawaran konsesi tambang batubara yang disetujui Presiden Joko Widodo. Menurutnya, hal ini bisa menjadi petaka bagi organisasi Islam tertua di Indonesia.
“Sebagai warga Muhammadiyah, saya mengusulkan kepada PP Muhammadiyah untuk menolak tawaran Menteri Bahlil/Presiden Joko Widodo itu. Pemberian itu lebih banyak mudharat daripada maslahatnya,” kata Syamsuddin dalam pernyataan resminya pada Selasa, 4 Juni 2024.
Syamsuddin juga mengungkapkan kekhawatirannya bahwa pemberian konsesi tambang batubara tersebut dapat menjadi jebakan bagi Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
“Pemberian tambang ‘secara cuma-cuma’ kepada NU dan Muhammadiyah potensial membawa jebakan,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa konsesi tambang yang diiming-imingi Presiden Jokowi hadir di tengah protes global mengenai perlunya menjaga energi fosil, yang menjadi alasan lain bagi Muhammadiyah untuk menolak konsesi tersebut.
“Maka, besar kemungkinan yang akan diberikan kepada NU dan Muhammadiyah adalah sisa-sisa dari kekayaan negara dibandingkan dengan lahan yang dikuasai oleh para pengusaha,” kata Syamsuddin.
Penolakan terhadap kebijakan ini tidak hanya datang dari individu-individu berpengaruh, tetapi juga dari beberapa lembaga. Walhi Makassar dan Ketua Umum Masyarakat Pertambangan Indonesia (MPI), Amin Ngabalin, turut menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap rencana pemberian izin tambang kepada ormas keagamaan.
Dalam gelombang kritik dan penolakan ini, satu hal menjadi jelas, kebijakan memberikan IUP kepada ormas keagamaan tidak hanya dipertanyakan, tetapi juga dikhawatirkan dapat memicu ketidakadilan, konflik sosial, dan bahkan perpecahan bangsa. Pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan ulang kebijakan ini demi keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.##
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : detik.com, teropongnews.com,