Bak lonceng kematian yang bergema, para menteri negara-negara Kelompok Tujuh (G7) telah mencapai kesepakatan untuk menutup pembangkit listrik tenaga batu bara pada paruh pertama tahun 2030-2035
JAKARTA (ENERGINEWS.COM)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dunia seakan bergerak menuju era baru, era di mana batu bara tak lagi mendominasi pembangkit listrik. Bak lonceng kematian yang bergema, para menteri negara-negara Kelompok Tujuh (G7) telah mencapai kesepakatan untuk menutup pembangkit listrik tenaga batu bara pada paruh pertama tahun 2030-2035.
Kesepakatan ini bagaikan angin segar bagi para pencinta lingkungan. Batu bara, sang polusi udara, perlahan mulai disingkirkan. G7, yang terdiri dari Amerika Serikat (AS), Inggris, Jerman, Perancis, Italia, Jepang, dan Kanada, menunjukkan komitmen kuat mereka dalam memerangi perubahan iklim.
“Ada kesepakatan teknis, kami akan mencapai kesepakatan politik akhir pada hari Selasa (30/4/2024),” kata Menteri Energi Italia Gilberto Pichetto Fratin, yang memimpin pertemuan tingkat menteri G7 di Turin, berbicara Senin waktu setempat, dikutip dari Reuters.
Keputusan Selasa ini disebut sebagai “komunike akhir” yang merinci komitmen G-7 untuk melakukan dekarbonisasi perekonomian mereka. Ini bagaikan pelita harapan di tengah kekhawatiran akan krisis iklim.
Langkah G7 ini tak hanya signifikan bagi mereka sendiri, tetapi juga bagi dunia. Perjanjian terkait batu bara ini akan menandai langkah penting menuju arah hasil KTT iklim PBB COP28 tahun lalu untuk menghapuskan bahan bakar fosil. Batu bara, sang penyumbang polusi udara terbesar, perlahan mulai dijauhi.
Di beberapa negara G7, batu bara memang memiliki peran besar dalam menghasilkan listrik. Jerman dan Jepang misalnya menghasilkan listrik lebih tinggi 25% dengan batu bara, dari total produksinya tahun lalu. Namun, kini mereka siap untuk beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Italia sendiri menghasilkan 4,7% dari total listriknya melalui beberapa pembangkit listrik tenaga batu bara, tahun lalu. Roma saat ini berencana mematikan pembangkit listriknya pada tahun 2025, kecuali di pulau Sardinia yang batas waktunya adalah tahun 2028.
Di pembicaraan G7 tersebut energi nuklir dan biofuel menjadi dua isu lain yang menjadi agenda utama pertemuan. Kedua sumber energi tersebut menjadi opsi baru yang dapat dipilih negara-negara G7 untuk melakukan dekarbonisasi pembangkit listrik dan transportasi.
Kesepakatan G7 ini bagaikan mercusuar yang menerangi jalan menuju masa depan yang lebih hijau. Batu bara, sang polusi udara, perlahan mulai ditinggalkan. Dunia bergerak menuju era baru, era di mana energi ramah lingkungan menjadi raja.##
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : cnbcindonesia.com