Di tengah gejolak ini, persediaan minyak bagaikan pendulum yang berayun. Kenaikan persediaan di bulan April memicu kekhawatiran, namun diprediksi akan berbalik menjadi penurunan dalam beberapa bulan ke depan
JAKARTA (ENERGINEWS.COM)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Harga minyak mentah bagaikan biduanita di atas panggung dunia, menari mengikuti irama ekonomi dan politik global. Pada hari Jumat (3/5/2024), ia menunjukkan gerakan naik tipis, namun tak mampu lepas dari jeratan penurunan mingguan tertajam dalam tiga bulan terakhir.
Kekhawatiran akan permintaan bagaikan bayang-bayang yang membayangi sang biduanita. Bayangan itu muncul dari kemungkinan perlambatan ekonomi akibat kenaikan suku bunga oleh bank sentral di berbagai negara. Amerika Serikat, konsumen minyak terbesar di dunia, menjadi sorotan utama, dengan data nonfarm payrolls yang dinanti-nanti untuk mengukur kekuatan pasar tenaga kerjanya.
Premi risiko geopolitik yang semula menari-nari liar akibat perang Israel-Hamas mulai mereda. Harapan akan gencatan senjata dan pembicaraan damai mendinginkan suasana dan meredam kekhawatiran akan gangguan pasokan minyak.
OPEC+, sang maestro orkestra produksi minyak, bersiap untuk pertemuannya pada 1 Juni. Pertanyaan besar berkumandang: apakah mereka akan memperpanjang pengurangan produksi untuk menjaga harga? JP Morgan, sang penilai handal, memprediksikan kelanjutan pengurangan produksi, dengan kemungkinan kenaikan harga hingga $90an di bulan September.
Di tengah gejolak ini, persediaan minyak bagaikan pendulum yang berayun. Kenaikan persediaan di bulan April memicu kekhawatiran, namun diprediksi akan berbalik menjadi penurunan dalam beberapa bulan ke depan.
Harga minyak bagaikan rollercoaster yang penuh petualangan. Naik dan turunnya harga ditentukan oleh berbagai faktor yang saling terkait. Para investor, seperti Anda dan saya, bagaikan penumpang rollercoaster ini, menanti dengan penuh harap dan kekhawatiran akan petualangan selanjutnya.##
Penulis : Redaksi
Editor : Mahmud Marhaba
Sumber Berita : msn.com